Rabu, 01 April 2015

HERMENEUTIKA UNTUK STUDI ISLAM

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Apa pengertian hermeneutika ?
Secara etimologi “hermeneutik” berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti “menafsirkan”. Maka, kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai “menafsirkan” atau interpretasi. Sedangkan hermeneutika dari segi terminologisnya dapat dikatakan bahwasanya hermeneutika adalah suatu proses mengubah sesuatu dari situasi dan makna yang diketahui menjadi dimengerti.[1]
Menurut Richard E. Palmer, dua aliran dapat dilihat dalam meneliti sebuah definisi hermeneutik. Aliran pertama, menganggap hermeneutik sebagai kerangka umum prinsip-prinsip metodologi yang mendasari penafsiran. Sementara aliran kedua, memandang hermeneutik sebagai eksplorasi karakter filosofis dan syarat yang dibutuhkan bagi semua pemahaman. Braaten mengambil dua aliran ini, ketika dia mendefinisikan hermeneutik sebagai ilmu pengetahuan yang merefleksikan tentang bagaimana sebuah kata atau peristiwa dan kultur masa lalu dapat dimengerti secara eksistensial menjadi bermakna dalam situasi kita sekarang ini. Menurutnya, “hermeneutik mencakup, baik aturan – aturan metodologi yang diaplikasikan dalam penafsiran maupun asumsi – asumsi epistemologis dalam pemahaman.[2]
2.      Bagaimana sejarah perkembangan hermeneutika ?
Hermeneutik dapat dimaknai semacam proses dari yang samar ke yang jelas yang abstrak ke yang konkrit. Bahkan kehendak tuhan juga tak dapat mengelak dari bahasa. Ia termanifestasi dalam ayat kitab suci. Sejarah hermeneutik dapat ditelusuri dari sana. Khususnya dalam sejarah teologi Yahudi. Mulai dari teks Taurat, sabda Tuhan itu dipelajari, ditafsirkan, untuk kemudian diejawantahkan kedalam hukum – hukum agama. Pada masa ini, sudah muncul benih hermeneutik. Saat itu, pembacaan terhadap tekspun telah menemui polemiknya, apakah dibaca secarah harfiah atau simbolik. Imbasnya, memang memunculkan dua cara pandang pembacaan. Dalam islam sekalipun, hal ini muncul ketika teks kitab suci tak mengacu pengertian secara eksplisit dan berpotensi multi-tafsir, akan terus ada ijtihad manusia dari berbagai sudut dan latar pandangnya.[3]
3.      Bagaimana cara kerja hermeneutika ?
Pada dasarnya semua objek itu netral sebab objek adalah objek. Subjek dan objek adalah term – term yang korelatif atau saling menghubungkan diri satu sama lain. Tanpa objek tidak akan ada subjek, sebuah benda menjadi objek karena kearifan subjek yang menaruh perhatian atas benda itu. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan cara pandang subjek. Jika tidak demikian, maka objek tidak bermakna sama sekali. Semua intrepretasi mencakup pemahaman. Namun pemahaman itu sangat kompleks didalam diri manusia sehingga para pemikir ulung maupun psikolog tidak pernah mampu untuk menetapkan kapan seseorang mulai mengerti. Oleh karena itulah, dapat kita pahami bahwa mengerti secara sungguh – sungguh akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar atau (correct). Hermeneutik menegaskan bahwa manusia autentik selalu dilihat dalam konteks ruang dan waktu dimana manusia sendiri mengalami atau menghayatinya. Meskipun hermeneutik atau interprestasi termuat dalam kesusastraan dan linguistic, hukum, sejarah, agama, dan disiplin ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan teks, namun akarnya tetap filsafat.[4]
4.      Bagaimana hermeneutika dalam kajian agama islam ?
Hermeneutik dalam pemikiran Islam pertama-tama diperkenalkan oleh Hasan Hanafi. Tradisi hermeneutik telah dikenal luas diberbagai ilmu-ilmu Islam tradisional, terutama tradisi ushul al-fiqh dan tafsir al-Qur’an. Oleh Hasan Hanafi, penggunaan hermenutik pada mulanya hanya merupakan eksperimentasi metodologis untuk melepaskan diri dari positivisme dalam teoritis hukum Islam dan ushul fiqh. Sampai di situ, respon terhadap tawaran atas hermeneutiknya hampir-hampir tidak ada.
Satu hal yang menonjol dari Hermeneutik Hasan Hanafi dalam pemikirannya secara umum adalah muatan idiologisnya yang syarat-syarat dan maksudnya sangat praktis. Pemikiran semacam ini, justru sangat berbeda dengan meinstream umat Islam yang masih terjebak oleh lembaga-lembaga tradisionalisme dan ortodoksi.
Hermeneutik, sebagaimana disebut di atas, pada dasarnya merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah keanalisis konteks, untuk kemudian “menarik” makna yang didapat ke dalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan. Jika pendekatan hermeneutika ini dipertemukan dengan kajian al-Qur’an, maka persoalan dan tema pokok yang dihadapi adalah bagaiman teks al-Qur’an hadir di tengah masyarakat, lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan dengan dinamika realitas historisnya.
Lebih jauh merumuskan metode tersebut, Fahrudin Faiz dalam Hermeneutika al-Qur’an menyatakan, ketika asumsi-asumsi hermeneutika diaplikasikan pada Ulumul al-Qur’an, ada tiga variable yang harus diperhatikan, yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Tentang teks, sudah jelas ulumul al-Qur’an telah membahasanya secara detail, misalnya dalam sejarah pembukuan mushaf al-Qur’an dengan metode riwayat. Tentang konteks, ada kajian asbabul nuzul, nasikh mansukh, makki-madani yang katanya menunjukkan perhatian terhadap aspek “konteks” dalam penafsiran al-Qur’an. Tapi, faiz menyatakan bahwa kesadaran konteks hanya membawa ke masa lalu. Maka kata dia, harus ditambah variable kontekstualisasi, yaitu menumbuhkan kesadaran akan kekinian dan segala logika serta kondisi yang berkembang didalamnya. Variabel kontekstualisasi ini adalah perangkat metodologis agar teks yang berasal dari masa lalu dapat dipahami dan bermanfaat bagi masa sekarang.
Dalam hal ini dapat dicontohkan tentang hukum potong tangan dalam al-Qur’an. Meski secara tegas dalam al-Qur’an tertulis kewajiban hukum potong tangan bagi pencuri, namun hal tersebut dapat dipahami secara berbeda. Dalam kacamata Hermeneutik, pesan yang tidak terkatakan adalah adanya keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Hak untuk memiliki suatu benda tidak boleh dicapai dengan cara-cara yang mengesampingkan aturan-aturan yang ada. Pada masa teks tersebut turun, keadaan sosial masyarakat Arab ketika itu memang meniscayakan adanya hukum potong tangan. Suatu konstruk budaya Arab ketika itu memang menghendaki adanya hukum potong tangan bagi pencuri. Namun, karena kondisi sosial budaya masyarakat yang tidak sama, maka substansi dari hukum potong tangan lebih dikedepankan. Di Indonesia, hukum potong tangan diganti dengan hukum penjara, suatu upaya yang secara substantiv sama dalam mencegah pengulangan kejahatan yang sama.[5]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pengertian hermeneutika
Secara etimologi “hermeneutik” berarti “menafsirkan”. secara harfiah dapat diartikan sebagai “menafsirkan” atau interpretasi. Sedangkan hermeneutika dari segi terminologisnya dapat dikatakan bahwasanya hermeneutika adalah suatu proses mengubah sesuatu dari situasi dan makna yang diketahui menjadi dimengerti.
2.      Sejarah perkembangan hermeneutika
Hermeneutik dapat dimaknai semacam proses dari yang samar ke yang jelas yang abstrak ke yang konkrit. Bahkan kehendak tuhan juga tak dapat mengelak dari bahasa. Ia termanifestasi dalam ayat kitab suci. Sejarah hermeneutik dapat ditelusuri dari sana. Khususnya dalam sejarah teologi Yahudi.
3.      Cara kerja hermeneutika
Pada dasarnya semua objek itu netral sebab objek adalah objek. Subjek dan objek adalah term – term yang korelatif atau saling menghubungkan diri satu sama lain. Semua intrepretasi mencakup pemahaman.. Oleh karena itulah, dapat kita pahami bahwa mengerti secara sungguh – sungguh akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar atau (correct).
4.      Bagaimana hermeneutika dalam kajian agama islam ?
Hermeneutik dalam pemikiran Islam pertama-tama diperkenalkan oleh Hasan Hanafi. Tradisi hermeneutik telah dikenal luas diberbagai ilmu-ilmu Islam tradisional, terutama tradisi ushul al-fiqh dan tafsir al-Qur’an.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, kami mengerti masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan guna perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.





DAFTAR PUSTAKA
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1999
Marzuki Wahid, Studi Al-Qur’an Kontemporer Prespektif Islam dan Barat, Pustaka Setia, Bandung, 2005
Makmun Mukmin, Ilmu Tafsir (Dari Ilmu Tafsir Konvensional sampai Kontrofersial), STAIN Kudus Press, Kudus,  2008



[1] E. Sumaryono, Hermeneuti Sebuah Metode Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1999, hal. 23
[2]  Marzuki Wahid, Studi Al-Qur’an Kontemporer Prespektif Islam dan Barat, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hal. 133 - 134
[3] Makmun Mukmin, Ilmu Tafsir (Dari Ilmu Tafsir Konvensional sampai Kontrofersial), STAIN Kudus Press, Kudus,  2008, hal. 140 - 141
[4] E. Sumaryono, Op.Cit, hal. 30 - 33
[5] http://nasrikurnialloh.blogspot.com/2013/05/pendekatan-hermeneutik-dalam-studi-islam.html, 27 Februari 2015, 13.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar